TTraju adalah sebuah alat timbang yang konon telah ada sejak ratusan tahun yang lalu saat masyarakat mulai berkembang di Desa Dermaji. Sebelum adanya alat timbang modern seperti sekarang ini, teraju digunakan hanya untuk membagi hasil bumi saat panen dengan sistem bagi hasil. Perlu diketahui bahwa pada jamannya alat ini hanya dimiliki oleh kalangan “pengede” saja di setiap wilayah. Konon di Kadus II Citunggul pada masa itu hanya dimiliki oleh 3 orang saja. Dan bisa dipinjam dengan sistem sewa. Alat sewa biasanya berupa hasil bumi yang akan ditimbang, misalnya padi, ketela, ubi jalar atau cengkeh.
Sebenarnya cara membuat teraju cukup mudah, tetapi pada jaman dulu untuk memilikinya harus meminta ijin (dan diijinkan) oleh tetua kampung, karena kalau tidak ijin bisa dianggap barang ilegal karena keabsahan bobot kilogramnya bisa tidak sama dengan yang lain (saat sekarang mungkin dengan sistem tera)
Spesifik traju terdiri atas batang kayu sebagai AS, tali sebagai gantungan, baluh dan tebok (nampan kecil sebagai tempat barang yang akan dikilo). Batang AS nya terbuat dari kayu keras dengan panjang bervariasi. Untuk ukuran besar bisa mencapai 1 Meter. Tempat timbang (tebok) berupa nampan yang terbuat dari anyaman bambu yang pinggirnya diikat dengan 4 tali sebagai penggantung yang nantinya dikaitkan dengan AS kayu. Pada AS kayu dibuat tali pengait lagi untuk menggantungkan di kayu atau sebagai pegangan tangan. Dan di kayu AS tersebut digantungkan baluh yang biasanya terbuat dari batu keras.
Menurut Ny. Warkem, teraju yang dimiliki merupakan warisan dari buyutnya yang kalau dihitung sampai dengan saat ini usianya lebih dari 200 tahun. Hebatnya, alat ini masih terlihat apik walaupun terkesan usang dimakan usia. Yang jelas sampai saat masih tetap dipergunakan sebagai alat timbang keluarga. Karena untuk masalah “tera” atau bobot per Kilo gram nya, baluh teraju model ini tetap bisa di konversi sesuai dengan alat timbang modern. (Yhon Ctgl)