Rangkap atau biasa dikenal dengan kurungan ayam merupakan produk olahan bambu yang terkenal di Desa Dermaji. Ranggap terbuat dari ayaman bambu selebar 1-1,5 cm yang disisir setebal 1-3 mm. Ranggap merupakan perpaduan bentuk kubus dan tabung satu tutup, di mana ujung atas berbentuk bujur sangkar dan ujung bawah berbentuk lingkaran.
Ukuran Ranggap bervariasi antara sedang dan besar. Ranggap sedang berukuran ujung 25 x 25 cm, diameter bawah 50 cm, dan tinggi 60 cm. Ranggap ukuran besar berukuran ujung 50 x 50 cm, diameter 120 cm, dan tinggi 100 cm. Ukuran lainnya bisa bervariasi sesuai keinginan pelanggan.
Ranggap berfungsi untuk mengurung ayam, terutama melindungi induk ayam yang baru menetaskan anaknya supaya tercerai berai. Selain itu, ranggap dipergunakan untuk mengurung atau memisahkan ayam yang baru dengan ayam lainnya supaya tidak berkelahi.
Salah satu pengrajin ranggap yang terkenal adalah Kasmaja (83) dan istrinya Yumi (80). Keduanya tinggal di wilayah RT 6, RW 01, Grumbul Tipar, Dermaji. Kasmaja telah membuat ranggap selama puluhan tahun. Bahan bakunya mengandalkan bambu-bambu yang ia tanam di belakang rumah. Selain ranggap, Kasmaja juga membuat aneka produk olahan bambu, seperti irig, tampah, tampir, cikrak, krenyeng, dan rinjing
Ranggap terdiri dari dua elemen utama, yaitu batangan dan anyaman. Keduanya terbuat dari bambu dengan ketebalan sisir yang berbeda. Batangan merupakan kontruksi bentuk ranggap yang kokoh (solid) dengan ketebalan antara 0,3-0,5 cm. Supaya kokoh batangan ranggap dibuat dari bambu yang masih ada kulitnya (welad). Panjang bilah batangan antara 1,5-2 meter tergantung tinggi Ranggap yang dikehendaki atau dipesan oleh pelanggan.
Ayaman Ranggap berupa sisiran bambu setebal 0,1-0,3 cm. Menurut Kasmaja, jenis bambu untuk anyaman diambil dari bambu tali (pring tali). Bambu tali memiliki sifat yang ulet dan tak cepat putus sehingga cocok untuk bahan baku anyaman. Bilah anyaman berfungsi untuk menghubungkan satu batangan dengan batangan lain sehingga membentuk dinding tabung ranggap.
Bahan baku ranggap diambil dari bambu yang sudah tua. Cara Kasmaja menandai bambu cukup sederhana, yakni pohon bambu sudah memiliki tunas baru. Secara fisik, bambu yang siap ditebang memiliki kulit yang keras dan warnanya mulai hijau kusam. Selain itu, ada tanda lain yang biasa menjadi panduan baginya saat memotong bambu, yaitu bubuk telusur kumbang mabur. Hal itu penting agar bambu tidak terkena penyakit bubuk yang membuatnya cepat rapuh.
Satu potong bambu bisa menjadi 8-12 potong bilah tergantung besar kecilnya diameter bambu. Satu bambu biasa hanya cukup untuk membuat satu ranggap. Karena itu, ketersediaan bahan baku menjadi penting untuk menghasilkan ranggap yang bagus dan harga yang kompetitif.
Keahlian Kasmaja dalam dunia olahan bambu terasah secara otodidak. Dia mencoba menganyam pelbagai produk yang dipesan oleh pelanggannya. Lewat prinsip, “barang keton masa ora bisa” Kasmaja berhasil membuat aneka produk tanpa mengikuti pelatihan khusus. Kini, produk-produk Kasmaja sudah beredar hingga keluar Desa Dermaji, bahkan hingga Sumatra.
Kasmaja prihatin tidak ada generasi muda yang bisa meneruskan keahliannya di Desa Dermaji. Baginya, keahlian anyaman bambu merupakan keterampilan yang bahan bakunya tersedia dan mudah didapat. Keahlian dan ketersediaan bahan baku dapat menjadi modal bagi kemandirian ekonomi desa.