Kesenian kuda kepang atau sering di sebut kuda lumping dan dalam bahasa banyumas disebut “ebeg” bagi warga masyarakat desa Dermaji merupakan kebanggaan dan salah satu kebudayaan yang perlu dipertahankan.
Di bulan September yang di dalam dalam Tahun Jawa bertepatan denga bulan Syawal yang merupakan “bulannya orang mbarang gawe (hajatan) kali ini, rombongan kuda kepang Cipta Budaya Sari Bumi Desa Dermaji kebanjiran permintaan pentas budaya di tempat-tempat hajatan. Dari pentas di desa sendiri sampai ke desa-desa lain.
Seperti kali ini, (15/09/2012) Kuda Kepang Cipta Budaya “manggung” di rumah Bapak Kirsan Effendy di Grumbul Sirongge RW 04 Desa Dermaji. Iringan gamelan bernuansa mBanyumasan yang telah di modifikasi dengan lagu-lagu yang sedang ngetrend, menjadikan alunan irama semakin meriah. Lenggak lenggok penari dengan gaya khas Banyumasan juga menambah keengganan penonton untuk beranjak dari tempat duduknya.
“Kesenian ini merupakan salah satu warisan budaya dari leluhur yang harus di jaga kelestariannya,” kata Bapak Kusmiadi, Ketua Rombongan Kuda Kepang tersebut. Kesenian yang juga biasa disebut ebeg ini tidak hanya menjadi bagian seni saja tapi juga dipertunjukan untuk menghibur masyarakat, lanjutnya.
Menurut dia, melalui kesenian tersebut, kerukunan dan kebersamaan antar masyarakat di berbagai wilayah bisa terjaga, sekaligus menepis anggapan bahwa pertunjukan kuda lumping rawan keributan.
Harapannya, dari pertunjukan yang digelar diberbagai daerah, kuda kepang yang dimainkan sebagain besar pemudi ini akan selalu terlihat menghibur dan berjalan kondusif.
Agar kesenian daerah ini tidak punah, kuda kepang sering dipentaskan di berbagai acara resmi atau hajatan warga. Meski perkembangan jaman semakin modern, tapi seni tradisional tidak boleh dihilangkan. Kuda kepang salah satunya. (Yhon Ctgl)