Dermaji, desa yang mempunya segudang tradisi dan budaya, selalu ada cerita dari yang bersifat mitos ataupun fakta. Di era teknologi canggih seperti saat ini sebagian masyarakat desa Dermaji khususnya di wilayah Kadus II Citunggul masih banyak yang meneruskan tradisi leluhur dalam bertani. Misalnya dalam mengawali tanam padi (tandur) dan saat memanen. Tradisi mengawali tanam biasanya disebut “Mimiti tandur” seperti musim sekarang ini, yang biasanya dibarengi dengan menjalankan tradisi diantaranya mengadakan sesaji atau sajen. Hal ini sudah dilakukan semenjak nenek moyang mereka. Dengan tujuan untuk keselamatan pemilik dan agar bisa menuai hasil yang maksimal.
Tradisi hari baik untuk mengawali juga masih di “uri-uri” oleh masyarakat. Misal saat mengawali menyebar benih sampai memanam. Mereka mempunya hitungan sendiri. Bagi yang bisa dan biasa menghitung akan langsung mengerjakan, tapi apabila tidak bisa mereka akan ke juru kunci atau kesepuhan setempat untuk menanyakan tentang hari baik untuk dirinya. Yang jelas mereka tidak akan melakukan kegiatan tersebut pas pada hari yang dianggap na’as pada dirinya.
Tradisi biasanya tidak lepas dari sesaji. Sesaji atau sajen berupa aneka makanan kecil lengkap dengan kupat lepet, bubur abang putih, wedang ketelon (air tiga rasa) teh, kopi dan air putih plus kelapa muda (degan) yang nantinya diletakan di lokasi yang telah ditentukan oleh sesepuh desa. Sesaji nantinya diletakan di sebuah tempat yang telah buat khusus (tempat tersebut dalam tradisi masyarakat Dermaji disebut Sanggar) dan di tancapkan di pematang atau tempat pemimitan yang biasanya ada di tengah-tengah sawah.
Walau melakukan dan menjalankan tradisi tersebut, dalam do’anya mereka tetap memohon kepada Yang Maha Kusa akan keselamatan dan keberhasilannya dalam bertani. Ini semua hanyalah ikhtiar dan meneruskan apa yang telah di lakukan oleh nenek moyang kita, katanya. Tujuannya hanya satu “hasil yang melimpah dan keselamatan tetap terjaga” yang pasti kita tetap menjaga iman kita akan Ke-Esa aNya (Yhon Ctgl)