Ide pendirian museum desa bermula dari diskusi-diskusi yang bersifat informal, yang dilakukan oleh Kepala Desa Dermaji (Bayu Setyo Nugroho) bersama para pegiat desa (aktifis Gerakan Desa Membangun/GDM) pada awal tahun 2013. Inisiatif pertama muncul saat Bayu Setyo Nugroho berdiskusi dengan Yossy Suparyo (aktifis GDM) yang dilakukan di sekretariat GDM yang pada waktu itu berada di Jalan Merdeka Purwokerto (sekretariat itu kemudian dikenal sebagai Wisma Merdeka).

Pada waktu itu kita (beberapa Kepala Desa, Perangkat Desa, para pegiat desa yang tergabung dalam GDM) memang sedang fokus mencari gagasan-gagasan untuk mendorong agar desa bisa tumbuh dan berkembang lebih kuat, berdasarkan potensi yang dimiliki. Dan itu adalah spirit dari GDM sebagai sebuah (komunitas) lingkar belajar antardesa yang berparadigma desa harus mampu menjadi subyek pembangunan. Dan agar desa bisa menjadi subyek, maka prasyaratnya, desa harus mengenali dirinya.

Museum desa merupakan salah satu cara bagaimana desa bisa mengenali dirinya. Dengan adanya museum, masyarakat desa bisa mengenali berbagai proses perubahan sosial yang terjadi, mengenali sejarah desanya, mengenali berbagai pengetahuan dan kearifan lokal yang pernah tumbuh, sehingga generasi penerus akan tetap mengetahui dan mengenali jatidirinya.

Bayu Setyo Nugroho menyampaikan ide pendirian museum desa lewat akun Youtube

Pada bulan Mei 2013, ide itu disampaikan oleh Kepala Desa Dermaji melalui video singkat yang kemudian diunggah melalui akun Youtube Bayu Setyo Nugroho. Perekam video adalah Yossy Suparyo.

Ide itu kemudian berkembang terus, dan terus didiskusikan dengan pegiat desa lain. Maka, pada awal Juni mulailah membicarakan kemungkinan-kemungkinan merealisasikan gagasan itu. Agar ide itu bisa diketahui dan diterima oleh lebih banyak orang, pada bulan Juni 2013 itu juga Bayu mengundang beberapa elemen masyarakat Desa Dermaji. Ada perangkat desa, anggota BPD, Ketua LPMD, Ketua Karang Taruna, perwakilan RT dan RW, kader perempuan, dan guru-guru SD Negeri Dermaji. Diskusi dilakukan di Balai Desa Dermaji.

Diskusi pendirian museum desa

Setelah Kepala Desa Dermaji menyampaikan maksud dan tujuan dari gagasan mendirikan museum desa, dilanjutkan dengan diskusi menyusun tahapan-tahapan pendirian. Tahapan tersebut meliputi:

1. Mengidentifikasi dan menginventarisir benda-benda yang bisa menjadi koleksi museum desa.
2. Mensosialisasikan secara lebih luas kepada masyarakat (lewat para Ketua RT dan RW) serta tokoh masyarakat tentang rencana pendirian museum.
3. Pengumpulan benda-benda koleksi.
4. Mendeskripsikan secara tertulis benda-benda koleksi. Pendeskripsian benda koleksi melibatkan banyak pihak, seperti guru-guru, perangkat desa, karang taruna, dan lain-lain. Mereka saling berbagi tugas. Misal, si A bertugas mendeskripsikan dua alat masak, Si B mendeskripsikan sebuah alat pertanian, dan seterusnya.
5. Menentukan tempat pameran benda koleksi museum. Pada waktu itu disepakati, bahwa museum desa akan berada di lantai 2 Kantor Desa Dermaji yang kebetulan masih kosong.

Saat diskusi awal di Balai Desa, hadir pula para pegiat desa dari GDM seperti Yossy Suparyo (Purwokerto), Ahmad Fadli (Cilacap), Muhammad Ridlo (Cilacap), Supriyanto (Purwokerto). Mereka banyak memberikan masukan terkait pendirian museum desa.

Proses pengumpulan benda koleksi membutuhkan waktu sekitar hampir dua minggu dari diskusi awal di Balai Desa, setelah dilakukan sosialisasi secara lebih luas. Seluruh benda koleksi berasal dari hibah masyarakat Desa Dermaji.
Setelah terkumpul beberapa benda koleksi, dan sudah dideskripsikan, kemudian direncanakanlah acara launching museum desa. Waktu launching ditetapkan tanggal 17 Juni 2013, dengan mengundang pejabat dari dinas terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda, Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata, dan lain-lain, serta Bupati Banyumas.

Untuk lebih memeriahkan launching museum, acara dikemas dengan nama “Festival Pusaka Desa”. Beberapa rangkaian acaranya yaitu, terdiri dari, lomba mewarnai bagi siswa Paud dan TK, Festival Dolanan Bocah, Festival Tumpeng, Gelar Seni Rakyat, Saresehan Budaya, dan peresmian Museum Desa, yang kemudian dinamakan Museum Naladipa (Nama Naladipa diambil dari nama Kepala Desa/Lurah Dermaji yang pertama, yang makamnya berada di Grumbul Pangkalan).

Pada tanggal 16 Juni 2013 mulai dilakukan proses menata ruang museum dan penyiapan tempat untuk berbagai kegiatan lain di Balai Desa dan sekitarnya yang dilakukan secara bergotong royong oleh warga masyarakat, dibantu para aktifis GDM. Ada Yossy Suparyo, ada Supriyanto (Purwokerto) yang selain menata ruang juga membantu membuatkan qr code yang akan dipasang di benda koleksi museum, ada Yoseph Ruswandi (pegiat literasi dari Madiun, Jawa Timur), kemudian menyusul Mas Ahmad Fadli, Muhammad Ridlo.

Selain itu hadir pula pada malam harinya, Wa Aboer (pegiat desa dari Majalengka), Bambang Asmoro dari Kementerian Kominfo yang juga dikenal sebagai dalang wayang kulit, Agung Budi Satrio (Kades Melung), Pradna Paramita (Blogger Banyumas), Yasir Sani (Kemitraan, Jakarta), Pri Anton Subardio (Purwokerto), dan lain-lain.

Umbul-umbul juga mulai di pasang mulai dari jalan masuk menuju Balai Desa Dermaji. Hiasan janur kuning, karya anak muda Dermaji juga menghiasi komplek Balai Desa dan Museum Naladipa. Pada malam harinya, beberapa sesepuh (Ki Sanraji, Ki Pujo, Ki Kusmaryo, dan Ki Wardianto) melakukan kidungan di ruang museum.

Acara launching pada 17 Juni 2013, didahului dengan lomba mewarnai bagi anak Paud dan TK yang dilanjutkan dengan “Festival Dolanan Bocah”. Kemudian berbagai bentuk kesenian rakyat juga ditampilkan, seperti seni kenthongan, hadroh, kuda kepang, gendhongan, dan tari kreasi baru.

Ada juga “Festival Tumpeng” yang dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh Kepala Desa Dermaji yang diberikan kepada Camat Lumbir (Ahmad Suryanto) dan Bambang Asmoro sebagai simbol rasa syukur atas didirikannya Museum Naladipa. Pada kesempatan itu, Bambang Asmoro juga berkenan memberikan keris milik pribadinya kepada Bayu Setyo Nugroho, sebagai simbol tumbuh kuatnya peradaban desa untuk menjaga peradaban nusantara.

Acara launching berlangsung cukup meriah, dan dihadiri oleh para pejabat dari tingkat kecamatan dan kabupaten, ratusan warga Dermaji, mulai dari anak-anak sampai orang tua, Kepala Desa dari beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Banyumas, para pegiat desa dari dalam dan luar wilayah Kabupaten Banyumas, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UNPAD (Prof. Cece Sobarna), Seniman Banyumas (Hadiwijaya), dan lain-lain.

Museum Naladipa kemudian diresmikan oleh Wakil Bupati Banyumas, Budi Setiawan (beliau hadir mewakili Bupati yang berhalangan), yang ditandai dengan pemotongan pita di pintu masuk Museum Naladipa.

Sesudah peresmian, dilanjutkan dengan saresehan budaya yang diikuti oleh seniman Banyumas (Hadiwijaya), pejabat dari Dinporabudpar Kabupaten Banyumas (Amrin Ma’ruf), akademisi Unsoed (Rawuh), dan lain-lain.

Pada malam harinya, masyarakat Dermaji dihibur pagelaran “wayang kere” dengan dalang Ki Bambang Asmoro (Staf Kemenkominfo, Jakarta). Disebut “wayang kere”, karena pagelaran dilakukan dengan alat seadanya. Ada meja yang ditutupi kain sebagai kotak wayang, layarnya menggunakan tembok, dan gamelannya memakai gamelan sederhana yang biasa digunakan oleh grup Kuda Kepang dari Dermaji, Cipta Budaya. Dan seluruh penabuh gamelan adalah anggota grup kesenian Cipta Budaya. Pagelaran berlangsung sekitar dua jam.

Demikian beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka launching Museum Naladipa.

Selanjutnya, agar keberadaan Museum Naladipa bisa lebih optimal, maka disusunlah organisasi kepengurusan Museum Naladipa dengan Harry Haryono Caryono (Perangkat Desa Dermaji) sebagai Kepala Museumnya.

Pada saat ini Museum Naladipa terus dikembangkan agar bisa mewujudkan visinya yaitu, “terwujudnya museum yang bertaraf nasional yang menjadi sumber belajar tentang peradaban desa”.

0 Shares

cytotec

cytotec

cara menggugurkan kandungan

obat aborsi

cara menggugurkan kandungan