Kesulitan biaya hidup menjadi alasan terbesar saya ketika memutuskan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau lebih di kenal dengan sebutan TKI. Tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang menjanjikan dengan pendapatan yang cukup besar memperkuat tekad saya untuk menggapai asa di luar negeri.
Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan dengan rangkaian birokrasi yg berbelit, akhirnya saya sampai di negeri penempatan, Taiwan. Saya bekerja di rumah tangga, yaitu mengasuh Lansia. Segera setelah saya sampai di Taiwan saya harus menyesuaikan diri. Butuh waktu cukup lama bagi saya untuk menyesuaikan diri. Selain karena kemampuan berbahasa Mandarin saya yang masih minim, saya juga memiliki keterbatasan pengetahuan tentang budaya dan adat istiadat negara tujuan. Namun itu semua bisa diatasi setelah saya berusaha secara sungguh-sungguh untuk belajar dan bekerja dengan baik sesuai arahan majikan. Tidak lupa pula saya selalu berusaha menjaga sikap dengan cara berperilaku sopan terhadap orang-orang sekitar.
Mereka telah mengajari saya banyak hal. Tentang hidup, tentang bagaimana memanfaatkan waktu dengan baik, tentang bagaimana menggunakan uang hasil jerih payah kita. Sebab dalam bahasa Taiwan “cuan cien hen singku“, nggolet duit kue rekasa pisan (mencari uang itu susah, red.). Majikan saya mengatakan, gunakanlah uangmu sesuai kebutuhan bukan kemauan.
Hal yang paling berkesan saat saya bekerja di Taiwan adalah mereka sangat menghargai saya. Meskipun saya dibayar, mereka selalu mengucapkan terima kasih sudah menjaga orang tua mereka dengan baik. Pada dasarnya mereka tau bahwa menjaga orang lanjut usia setiap hari selama 24 jam dan tidak mengambil libur tentu tidaklah mudah.
Saya sangat bersyukur atas nikmat ini. Semoga lelah saya menjadi berkah dan ibadah. Harapan saya adalah setelah pulang nanti saya bisa memanfaatkan sisa uang tabungan untuk membuka usaha kecil kecilan. Semoga nanti saya bisa bertahan hidup di negeri sendiri dan tidak kembali lagi bekerja di luar negeri. Menjadi TKI seringkali di rendahkan dan mendapatkan perlakuan kurang baik. Tapi yg terpenting adalah niat saya baik. Saya percaya derajat kita sama di mata Allah. Yang membedakan hanya amal, iman dan taqwa.
Penulis: Sutiyah atau “Bunda Engki” (TKI asal Desa Dermaji di Taiwan)
uan cien hen singku“, nggolet duit kue rekasa pisan (mencari uang itu susah, red.) Ja me te sem… jangan menyerah tetap semangat !!! 🙂
Semangat …. tularkan semangat menulis ini kpd BMI yang lain …..
Persoalannya adalah kemauan dan niat yang kuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. TKI sering diberitakan tentang hal negatif nya, namun banyak juga hal positif yang didapatkan. Lebih jauhnya negara hingga saat ini belum hadir mengatasi krisis ekonomi bangsa yang belum terselesaikan. Sukses buat dermaji
Tambah kontributor, tambah banter
Beberapa kasus kegagalan TKI/TKW mengajarkan saya bahwa keberhasilan secara materi sering jadi bumerang bagi kelangsungan kehidupan berumah tangga.
Diperlukan perncanaan yg matang dan konsistensi yg kuat bagi TKI dn keluarga.
Kadang TKI atau keluarganya lupa akan tujuan awal keberangkatannya setelah meraka berhasil secara materi.
Tetap semangat untuk TKI/TKW Dermaji.
Yang selalu saya kagumi dari dermaji adalah, desa ini benar-benar memposisikan dirinya sebagai desa literasi.
Website desa sebagai sarana menyuarakan desa, bukan lagi sekedar menjadi website official pemerintahan desa, tapi website desa yang juga menjadi mimbar pengetahuan warga desanya.
Salut atas penambahan kontributor website desa dermaji. Semakin bertambah, semakin banyak cerita dan pengetahuan yang akan diunduh bersama.
Semoga ada tulisan2 berikutnya untuk berbagi pengalaman dengan yang lain…
Menjadi TKI informal sebaiknya hanya sementara, karena sesungguhnya kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan bermartabat di desa sendiri. Betul apa yang disampaikan Kang Yasin Yusup, sukses secara materi belum tentu membawa kedamaian di batin. Mba Sutiyah, jika sudah sukses, segeralah pulang, bangun desa sendiri dan keluarga.
Akan sangat baik jika di desa2 yg banyak TKI nya, ada pendidikan perencanaan keluarga. Agar tidak bolak balik menjadi TKI. Keluarga dirumah jg satu visi uang2 trsb dialokasikan utk apa. Keluarga jg butuh RPJM, RKP dan APB 🙂
artikel ini membuat kita paham sudut pandang seorang TKI, semoga semakin banyak warga yang bisa berbicara melalui media yang bebas seperti ini. salut dermaji